Senin, 26 Oktober 2020

Review Mengenai Perkembangan Koperasi yang Ada di Indonesia Saat Ini

Koperasi merupakan badan usaha yang dimiliki dan dijalankan oleh anggotanya untuk memenuhi kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial dan budaya. Sedangkan pengertian koperasi yang lebih formal adalah sesuai dengan Undang Undang No. 17 Tahun 2012 pasal 1, yaitu:

“Koperasi: badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi.”

Koperasi didirikan dengan berlandaskan pada Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Artinya, dalam menjalankan usahanya koperasi harus tunduk pada aturan dalam Pancasila dan UUD ’45. Koperasi dijalankan dengan asas kekeluargaan. Artinya, koperasi tidak bertujuan untuk menguntungkan satu orang saja, tetapi mencapai keuntungan bersama. Hal ini membedakan koperasi dengan badan usaha lainnya.

  •       Perkembangan Jumlah Koperasi

Jumlah koperasi di seluruh Indonesia sebanyak 152.172 unit pada 2017, tumbuh 0,66% dibanding tahun sebelumnya. Namun jika dibandingkan dengan data 2006, jumlah koperasi telah meningkat 53,8% seiring pertumbuhan ekonomi domestik. Jumlah koperasi terbanyak berada di Jawa Timur, yakni mencapai 27.683 unit atau sekitar 18% dari total koperasi. Selanjutnya, Jawa Tengah dengan 21.667 unit koperasi dan Jawa Barat 16.203 unit. Sementara wilayah yang mengalami pertumbuhan koperasi paling pesat adalah Papua. Pada 2006, jumlah koperasi di provinsi paling timur Indonesia tersebut hanya 944 unit, tapi pada 2017 telah meningkat 128% menjadi 2.158 unit.

  •       Perkembangan Jumlah Anggota Koperasi

Perkembangan koperasi ditandai dengan banyaknya pertumbuhan koperasi di Indonesia. Sejak tahun 2000 hingga tahun 2015, jumlah anggota koperasi tumbuh sekitar 2 % setiap tahunnya. Pada tahun 2000, terdapat 27.295.893 orang yang terdaftar sebagai anggota. Lima belas tahun berikutnya, telah mencapai 37.783.160.

Apabila dibandingkan antara jumlah anggota dan jumlah koperasi, pada tahun 2000 setiap koperasi memiliki jumlah anggota sekitar 265 orang. Akan tetapi, pada tahun 2015, rata-rata koperasi terdiri dari 178 anggota. Penurunan ini menunjukkan bahwa minat masyarakat bergabung di koperasi semakin rendah. Dengan kata lain, koperasi belum mampu menghadirkan apa yang telah menjadi tujuannya, yakni meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

  •       Perkembangan Jumlah Pengelola Koperasi

 Pengelola dalam penelitian ini terdiri dari manajer dan karyawan. Jumlah pengelola menggambarkan sejauh mana kontribusi koperasi dalam penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 2000, koperasi mampu memberi pekerjaan kepada 214.359 orang. Peran tersebut berlipat ganda lima belas tahun kemudian, dengan serapan tenaga kerja sebanyak 574.451 orang sebagai manajer dan karyawan.

Secara akumulasi, koperasi mampu menyerap banyak tenaga kerja. Akan tetapi, kalau dibandingkan jumlah manajer dan karyawan dengan jumlah koperasi, maka diketahui pada tahun 2000, satu koperasi ratarata hanya memiliki 2 pengelola. Hal ini tidak jauh berbeda di tahun 2015, dimana satu koperasi memiliki pengelola sekitar 3 orang. Penyebab rendahnya serapan tenaga kerja oleh koperasi salah satunya adalah kapasitas usaha yang belum terlalu besar sehingga cukup mengandalkan pengurus.

Perkembangan koperasi sejak awal tahun 2000an hingga sekarang perkembangan koperasi di Indonesia cenderung jalan di tempat. Ada beberapa faktor yang mendukung koperasi namun ada pula faktor penghambat koperasi di Indonesia. Faktor yang mendukung koperasi di Indonesia diantaranya :

  • Kemampuan koperasi untuk menghimpun dan menanamkan kembali modal, dengan cara pemupukan pelbagai sumber keuangan dari sejumlah besar anggota.
  • Terciptanya keterampilan teknis di bidang produksi, pengolahan dan pemasaran yang tidak mungkin dapat dicapai oleh para anggota secara sendiri-sendiri.
  • Pembebasan resiko dari anggota-anggota kepada koperasi sebagai satu unit usaha, yang selanjutnya hal tersebut kembali ditanggung secara bersama di antara anggota-anggotanya.
  • Pengaruh dari koperasi terhadap anggota-anggotanya yang berkaitan dengan perubahan sikap dan tingkah laku yang lebih sesuai dengan perubahan tuntutan lingkungan di antaranya perubahan teknologi, perubahan pasar dan dinamika masyarakat.

Sedangkan faktor penghambat koperasi karena adanya masalah yang dihadapi koperasi secara umum, seperti :

  •      Koperasi Jarang Peminatnya
  •       Kualitas Sumber Daya yang terbatas
  •       Banyaknya Pesaing Dengan Usaha Yang Sejenis
  •      Keterbatasan Modal










Daftar Pustaka

Intan, Yuanita. 2019. Koperasi. (Online). (https://www.studiobelajar.com/koperasi/ diakses pada 25 Oktober 2020)

Sitepu, Camelia Fanny dan Hasyim. 2018. Perkembangan Ekonomi Koperasi di Indonesia. Jurnal Vol 7 No 2 Juli 2018. (https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/niagawan/article/download/10751/9644 diakses pada 25 Oktober 2020)

Siregar, Abi Pratiwa. 2020. Kinerja Koperasi di Indonesia. Jurnal  Ilmu Pertanian Tropika dan Subtropika 5 (1) : 31 - 38 (2020). (https://jurnal.untidar.ac.id/index.php/vigor/article/view/2416/1340 diakses pada 26 Oktober 2020)

Kusnandar, Viva Budy. 2019. Berapa Jumlah Koperasi di Indonesia?. (Online). (https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/07/25/berapa-jumlah-koperasi-di-indonesia#:~:text=Jumlah%20Koperasi%20di%20Indonesia%20(2006%2D2017)&text=Jumlah%20koperasi%20di%20seluruh%20Indonesia,8%25%20seiring%20pertumbuhan%20ekonomi%20domestik diakses pada 26 Oktober 2020)

Gutomo, Adji. 2019. Sejarah Perkembangan Koperasi di Dunia dan di Indonesia. (Online). (https://pipnews.co.id/lipsus/sejarah-perkembangan-koperasi-di-dunia-dan-di-indonesia/ diakses pada 26 Oktober 2020)


Kamis, 14 Mei 2020

Tulisan Perekonomian Indonesia "Pengaruh Pandemi Covid-19 Terhadap Penurunan Nilai Ekspor-Impor di Indonesia"


Nama   : Bela Ananda Kurniawati
Kelas   : 1EB16
NPM   : 21219317

Pengaruh Pandemi Covid-19 Terhadap Penurunan Nilai Ekspor-Impor di Indonesia

   BAB I
   PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

Pada tahun 2020 ini, tidak ada yang mengira bahwa Covid-19 akan menjadi pandemi global dalam waktu yang sangat cepat. Saat ini, virus Covid-19 bukan lagi hanya sekadar masalah kesehatan. Efek yang paling ditakutkan dari pandemi Covid-19 ini adalah lumpuhnya sistem perekonomian secara global. Virus Covid-19 ini telah menyeret perekonomian global ke sisi jurang krisis ekonomi yang diperkirakan sangat dalam. Bahkan, beberapa negara telah memperlihatkan gejala kelumpuhan ekonominya dengan pemberlakuan penguncian (lockdown) terhadap seluruh aktivitas perekonomiannya.
Salah satu sektor yang terpengaruh dengan adanya Covid-19 adalah kegiatan ekspor-impor baik di dunia maupun di Indonesia. Pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk memutus rantai penyebaran Covid-19. Awalnya PSBB hanya dilakukan di provinsi DKI Jakarta saja namun seiring meluasnya penyebaran virus maka kebijakan PSBB semakin diperluas hampir diseluruh Indonesia. Dengan adanya PSBB tentunya membawa pengaruh terhadap perekonomian, banyak perusahan yang sudah mulai menghentikan produksinya dan merumahkan karyawannya.
Berdasarkan peristiwa yang sudah dijelaskan diatas, saya akan menuliskan tentang “Pengaruh Pandemi Covid-19 Terhadap Penurunan Nilai Ekspor-Impor di Indonesia”

1.2  Masalah

1.      Apa saja faktor yang mempengaruhi ekspor-impor ?
2.      Seberapa besarkah pengaruh pandemi Covid-19 terhadap ekspor-impor di Indonesia?
3.      Dalam sektor ekspor-impor, sektor apakah yang sangat terpengaruh akibat pandemi Covid-19?
4.      Bagaimanakah upaya pemerintah dalam menyelamatkan kegiatan ekspor-impor di Indonesia?

1.3  Tujuan

1.      Dapat mengetahui faktor yang mempengaruhi ekspor-impor.
2.      Dapat mengetahui pengaruh pandemi Covid-19 terhadap ekspor-impor.
3.      Dapat mengetahui sektor ekspor-impor yang sangat terpengaruh akibat pandemi Covid-19.
4.      Dapat mengetahui upaya pemerintah dalam menyelamatkan kegiatan ekspor-impor di Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Wabah Covid-19

           Virus corona jenis baru yang tengah menyerang masyarakat dunia saat ini dalam istilah kedokteran disebut sebagai 2019 Novel Coronavirus (2019-nCoV). Dikutip dari Center for Disease Control and Prevention, cdc.gov, virus corona merupakan jenis virus yang diidentifikasi sebagai penyebab penyakit pada saluran pernapasan, yang pertama kali terdeteksi muncul di Kota Wuhan, Tiongkok.
           Virus ini diketahui pertama kali muncul di pasar hewan dan makanan laut di Kota Wuhan. Dilaporkan kemudian bahwa banyak pasien yang menderita virus ini dan ternyata terkait dengan pasar hewan dan makanan laut tersebut. Orang pertama yang jatuh sakit akibat virus ini juga diketahui merupakan para pedagang di pasar itu.
           Penyebaran virus yang belum ditemukan penawarnya itu hingga kini tak terkendali. Sudah lebih dari 200 negara di dunia melaporkan adanya kasus terpapar virus corona. Di Indonesia kasus ini pertama kali ditemukan pada dua warga Depok, Jawa Barat awal Maret lalu. Sejak saat itu pemerintah mulai memberi himbauan kepada masyarakat untuk melakukan semua aktivitas dirumah saja seperti bekerja, sekolah, sampai dengan ibadah. Hal ini dilakukan sebagai upaya memutus rantai penyebaran virus.

2.2 Kegiatan Ekspor-Impor

         Ekspor merupakan kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean.[1] Daerah pabean ini merupakan suatu bagian wilayah dari Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, wilayah perairan dan juga ruang udara di atasnya, juga meliputi tempat-tempat tertentu yang ada dalam Zona Ekonomi Eksklusif serta landas kontinen. Secara sederhana, ekspor diartikan sebagai kegiatan mengeluarkan barang dari dalam negeri ke luar negeri dengan memenuhi ketentuan dan peraturan yang berlaku.
     Kegiatan ekspor biasanya dilakukan suatu negara apabila negara menghasilkan produksi barang dalam jumlah besar dan kebutuhan akan barang tersebut sudah terpenuhi di dalam negerinya sehingga dikirimkanlah produksi barang tersebut ke negara yang tidak bisa memproduksi barang tersebut ataupun dikarenakan jumlah produksi barang di negara tujuan tidak terpenuhi.
     Tujuan dan manfaat yang didapatkan dari kegiatan ekspor barang dari dalam ke luar negeri adalah menumbuhkan industri dalam negeri, mengendalikan harga produk, dan menambah devisa Negara. Indonesia juga memiliki komoditas terbesar untuk di ekspor keluar negeri yaitu komoditas karet, produk tekstil, kelapa sawit, produk hasil hutan (kayu dan pulp kertas), dan kakao.
     Sedangkan kegiatan impor merupakan kegiatan memasukan barang ke Daerah Pabean atau juga merupakan kegiatan pembelian barang atau jasa dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Misalnya, Indonesia tidak memiliki komoditas gandum sehingga untuk memenuhi pasokan dan kebutuhan gandum dalam negeri perlu mendatangkan gandum dari negara produsen gandum ke Indonesia.
     Sama halnya dengan kegiatan ekspor, kegiatan pengiriman barang impor dengan skala besar memerlukan pendampingan dari bea cukai. Biasanya, pemerintah akan menaikan tarif pajak terhadap produk impor kepada para importir. Hal ini menyebabkan barang impor memiliki harga yang lebih mahal karena di dalam harga tersebut telah dikenai pajak yang selanjutnya ditanggung oleh para konsumennya.
     Tujuan paling utama dari kegiatan impor adalah memenuhi kebutuhan dalam negeri. Aktivitas ekspor dan impor merupakan salah satu wujud dari inter-konektivitas setiap negara. Tidak ada negara yang mampu hidup mandiri. Sedangkan, manfaat dari kegiatan impor itu sendiri adalah memungkinkan suatu negara untuk memperoleh bahan baku, barang dan jasa suatu produk yang jumlahnya terbatas di dalam negeri ataupun yang tidak bisa dihasilkan di dalam negeri. Hal ini secara tidak langsung mendukung stabilitas negara. Contoh produk yang banyak diimpor ke Indonesia diantaranya bahan baku dan sektor pangan.

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Ekspor-Impor.

           Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kegiatan ekspor-impor diantaranya[2], pertama Penguasaan Ilmu Pengetahuan & Teknologi. Negara-negara dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi akan mampu memproduksi barang dan jasa yang lebih banyak, berkualitas, dan tentunya efisien dibandingkan dengan negara yang lambat akan IPTEK-nya. Hal ini bisa terjadi karena pemanfaatan teknologi sangat menghemat biaya produksi dan mampu menghasilkan barang yang lebih banyak. Negara dengan teknologi yang lebih maju cenderung melakukan spesialisasi dalam memproduksi barang, sedangkan barang yang bukan produk sendiri akan dibeli dari negara lain.
           Kedua, Perbedaan Kekayaan Sumber Daya Alam. Setiap negara memiliki keadaan geografis yang berbeda- beda, sehingga perbedaan tersebut menjadikan setiap negara memiliki kekayaan sumber daya alam yang berbeda-beda pula. Pada dasarnya, sumber daya alam adalah faktor produksi negara. Oleh karena itu, setiap negara memiliki keanekaragaman kondisi produksi.
           Ketiga, Perbedaan Selera. Selera ternyata dapat mempengaruhi kegiatan ekspor-impor. Terjadinya perbedaan kebudayaan, sistem politik, pandangan hidup, dan tatanan sosial menyebabkan terjadinya selera terhadap berbagai jenis komoditas.
           Keempat, Perbedaan Iklim. Perbedaan iklim setiap negara menyebabkan terbatasnya potensi sumber daya alam. Akibatnya, tidak semua barang untuk memenuhi kebutuhan dapat dipenuhi sendiri oleh negara tersebut. Oleh karena itu, negara akan mengimpor dari negara lain.
           Kelima, Keinginan Memperluas Pasar & Menambah Keuntungan. Ada kalanya para produsen menjalankan produksinya dengan tidak maksimal karena takut mengakibatkan kelebihan produksi sehingga menyebabkan kerugian. Namun, beberapa produsen sengaja melakukan produksi besar-besaran untuk menambah keuntungan sehingga akan mendorong mereka untuk melakukan ekspor-impor.
           Keenam, Kelebihan atau Kekurangan Produk dalam Suatu Negara. Kelebihan produk pada suatu negara (surplus) dan kekurangan kas dalam suatu negara (defisit) adalah suatu hal yang terjadi karena adanya perbedaan sumber daya alam dan kemajuan antara negara satu dan lainnya. Terjadinya surplus menyebabkan negara yang bersangkutan akan menjual hasil produknya ke negara lain, sedangkan negara yang mengalami defisit akan membeli barang dari luar negeri melalui ekspor-impor.

2.4 Pengaruh Pandemi Covid-19 Terhadap Ekspor-Impor di Indonesia

           Akibat penyebaran pandemi virus corona atau Covid-19 menekan aktivitas perdagangan. Bahkan, Bank Indonesia (BI) telah memperkirakan pertumbuhan ekspor nasional akan jatuh ke kisaran minus 5,2% sampai minus 5,6% pada tahun ini[3]. Pertumbuhan ekspor akan tertekan akibat melemahnya pertumbuhan ekonomi global, penurunan volume perdagangan, dan rendahnya harga komoditas. Selain kegiatan ekspor barang, ekspor jasa juga diperkirakan tertahan akibat kunjungan wisata yang terkena imbas dari virus corona.
           Sejalan dengan prospek pelemahan ekspor, impor pun juga akan terpuruk. Proyeksi BI, laju impor minus 8,9% sampai minus 9,3% pada tahun ini. Hal ini terjadi karena investasi non bangunan yang lemah menyebabkan impor barang modal juga tertahan.  Selain itu, impor juga terkena dampak dari kebijakan penurunan impor yang sebelumnya sudah digencarkan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Misalnya, melalui kebijakan revisi batas bea masuk barang impor, percepatan program mandatori B30, hingga optimalisasi Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) di proyek kelistrikan dan lainnya.
           Covid-19 ini mempengaruhi kegiatan ekspor impor antara Indonesia dengan beberapa Negara lain seperti China. India, dan Taiwan. Berdasarkan data yang dirilis oleh Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Yunita Rusanti mengungkapkan baik ekspor maupun impor dari China ke Indonesia atau sebaliknya mengalami penurunan[4]. Nilai ekspornya turun 11,63% dan impornya turun 49,63%, jadi penurunan ini dapat dikatakan cukup signifikan. Dari data BPS penurunan ekspor non migas dari China tercatat US$ 245,5 juta untuk jenis besi dan baja, tembaga, pulp dan kayu.
           Kemudian ekspor-impor antara India dan Indonesia turun US$ 128,5 juta dengan jenis lemak dan minyak, pupuk dan bahan kimia anorganik. Selanjutnya untuk Taiwan turun US$ 58 juta penurunan terjadi untuk bahan bakar dan mineral. Jerman juga turun US$ 34,8 juta karena penurunan ekspor lemak, minyak hewan nabati. Terakhir Belanda juga mengalami penurunan ekspor sebesar US$ 26,1 juta.

2.5 Sektor Ekspor-Impor yang Terpengaruh Dengan Adanya Pandemi Covid-19

          Secara garis besar, ekspor Indonesia terdiri dari dua macam, yaitu:  Minyak bumi dan gas alam (Migas), dan Non-migas. Barang-barang yang termasuk migas antara lain : minyak tanah, bensin, solar dan elpiji. Sedangkan, barang-barang yang termasuk non migas antara lain: hasil pertanian dan perkebunan (karet, kopi dan kopra); hasil laut (ikan dan kerang); hasil industri (kayu lapis, minyak kelapa sawit, pupuk, kertas dan bahan kimia); serta hasil tambang non migas (bijih nikel, bijih tembaga dan batu bara).
          Salah satu sektor ekspor-impor yang sangat terpengaruh akibat adanya pandemi Covid-19 adalah sektor perminyakan. Sejak pertengahan Maret 2020, harga minyak dunia terpantau merosot tajam hingga 30%.  Turunnya harga minyak bisa membuat harga BBM turun, tetapi juga membuat penerimaan negara berkurang. Anjloknya harga minyak dunia berpotensi menyebabkan resesi ekonomi. Sebab, turunnya harga minyak membuat harga komoditas seperti sawit dan batu bara ikut turun.
          Hal itu lantaran harga minyak sering menjadi acuan harga komoditas ekspor unggulan. Ini sangat berbahaya pengaruhnya buat kinerja ekspor pada 2020. Sebelumnya virus corona sudah menurunkan kinerja neraca dagang, ditambah perang harga minyak bisa memicu resesi ekonomi. Apalagi situasi ekonomi saat ini tak kondusif. Menurut Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyebut kepanikan sedang melanda pasar keuangan. Hal itu terlihat dari penurunan Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG hingga 6.9% dalam sepekan[5].
          Turunnya harga minyak dipastikan membuat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari migas akan menurun. Apalagi, harga minyak saat ini dibawah asumsi APBN. Harga minyak yang rendah bisa berdampak buruk terhadap proyek hulu migas karena kegiatan hulu migas bisa tak ekonomis jika harga minyak terus turun. Meskipun, jika harga minyak mentah dunia terus turun, maka biaya produksi juga akan semakin meningkat. Oleh karena itu, telah disiapkan beberapa langkah antisipasi agar proyek hulu migas perusahaan tidak terganggu. Di antaranya dengan efisiensi dan optimalisasi kerja perusahaan.
          Turunnya harga minyak dunia juga diakibatkan lantaran Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak Dunia (OPEC) dan Rusia gagal mencapai kesepakatan mengenai pengurangan produksi yang menyebabkan Arab Saudi memangkas harga lantaran bakal meningkatkan produksi minyaknya. Hal itu mendorong adanya perang harga di antara anggota OPEC. Ditambah lagi saat ini ekonomi dunia juga dalam kondisi tertekan akibat wabah virus corona yang menghentikan sebagian besar aktivitas perdagangan dan perekonomian di dunia.
          Berdasarkan pemantauan di Bloomberg, harga minyak mentah acuan Brent merosot 28,67 persen atau 12,98 dollar AS per barrel menjadi 32,29 dollar AS per barrel[6]. Adapun untuk harga minyak mentah acuan AS West Texas Intermediate (WTI) terpangkas  31,59 persen sebesar 13,04 dollar AS per barrel menjadi 28,24 dollar AS per barrel. Di dalam APBN, pemerintah mengasumsikan harga minyak dunia di level 63 dollar AS per barrel.
          Meskipun harga minyak dunia turun, harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia belum bisa turun. Walaupun, harga minyak dunia secara umum menjadi salah satu faktor penentu harga BBM di Indonesia. Harga minyak dunia turun tetapi yang dimaksud itu hanyalah minyak mentah yang merupakan bahan baku untuk membuat BBM. Sedangkan, Pertamina menggunakan minyak tersebut untuk diolah lebih lanjut di kilang hingga menghasilkan BBM. Produk hasil tersebut baru akan tersedia bagi masyarakat dalam waktu beberapa bulan, sementara harga minyak yang berlaku adalah pada saat pembelian.
          Permintaan terhadap minyak sendiri saat ini mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan lockdown yang berlaku dibeberapa Negara di dunia dan memperlambat pergerakan masyarakat secara drastis. Di Indonesia sendiri, pemerintah telah menetapkan berlakunya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dimana sebagian besar masyarakat mengurangi aktivitasnya diluar rumah. Masyarakat dianjurkan untuk melakukan kegiatan Work From Home (WFH), sekolah dan beribadah di rumah. Selain itu, dengan adanya virus Covid-19 banyak perusahaan yang merumahkan karyawannya dan mengurangi kegiatan produksinya sehingga permintaan terhadap minyak semakin berkurang.

2.6 Upaya Pemerintah dalam Menyelamatkan Kegiatan Ekspor-Impor di Indonesia.

           Untuk menanggapi masalah yang timbul akibat pandemi Covid-19 ini presiden bersama para menteri membahas langkah apa yang harus diambil. Pemerintah tengah merumuskan sejumlah kebijakan untuk melancarkan ekspor dan impor.  Ada empat kebijakan untuk menstimulus perdagangan guna menekan dampak penyebaran virus Covid-19 terhadap perekonomian[7]. Diharapkan dengan stimulus ini dapat mendorong kelancaran arus barang, baik ekspor maupun impor.
           Langkah pertama,  pemerintah akan menyederhanakan berbagai ketentuan larangan-pembatasan (lartas) atau Tata Niaga Ekspor. Contohnya, penyederhanaan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), health certificate, Surat Keterangan Asal, dan lainnya. Kedua, pemerintah akan mengurangi lartas impor dan melakukan percepatan proses impor, terutama untuk barang yang diimpor oleh 500 importir terpercaya (reputable importer) .  Ketiga, pengurangan lartas  khususnya untuk impor bahan baku. Langkah tersebut dilakukan untuk memperlancar pasokan bahan baku dan bahan penolong industri agar kegiatan produksi tak terganggu. Keempat, pemerintah akan mengurangi biaya logistik dengan melakukan efisiensi proses logistik, misalnya dengan mendorong integrasi Indonesia National Single Window (INSW) dengan Inaportnet melalui pembentukan National Logistics Ecosystem untuk mengurangi biaya logistik di pelabuhan.
           Mengenai langkah keempat, diharapkan akan membantu industri mendapat jaminan pasokan bahan baku dan tetap menjaga serta meningkatkan ekspornya. Para importir terpercaya bisa langsung diberikan izin impor otomatis. Dengan kemudahan tersebut, biaya logistik impor akan semakin murah karena jika logistik tidak lancar, biaya pengangkutan hingga biaya pelabuhan menjadi mahal maka bebannya akan dirasakan oleh konsumen.


BAB III
KESIMPULAN

        Virus yang saat ini heboh dan berasal dari Wuhan, Tiongkok adalah Covid-19 atau virus corona. Virus tersebut merupakan jenis coronavirus baru yang sebelumnya belum pernah ditemukan. Virus ini datang dari hewan dan biasanya menular pada mereka yang bekerja di pasar hewan atau tempat penyembelihan hewan. Penyebaran virus yang belum ditemukan penawarnya itu hingga kini tak terkendali. Sudah lebih dari 200 negara di dunia melaporkan adanya kasus terpapar virus corona.
           Secara sederhana, ekspor diartikan sebagai kegiatan mengeluarkan barang dari dalam negeri ke luar negeri dengan memenuhi ketentuan dan peraturan yang berlaku. Sedangkan kegiatan impor merupakan kegiatan pembelian barang atau jasa dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Tujuan dari kegiatan ekspor-impor adalah  untuk menumbuhkan industri dalam negeri, mengendalikan harga produk, menambah devisa negara, dan memenuhi kebutuhan dalam negeri.
           Akibat penyebaran pandemi virus corona atau Covid-19 menekan aktivitas perdagangan. Bank Indonesia (BI) telah memperkirakan pertumbuhan ekspor nasional akan jatuh ke kisaran minus 5,2% sampai minus 5,6% pada tahun ini. Pertumbuhan ekspor akan tertekan akibat melemahnya pertumbuhan ekonomi global, penurunan volume perdagangan, dan rendahnya harga komoditas.         Sejalan dengan prospek pelemahan ekspor, impor pun juga akan terpuruk. Proyeksi BI, laju impor minus 8,9% sampai minus 9,3% pada tahun ini. Hal ini terjadi karena investasi non bangunan yang lemah menyebabkan impor barang modal juga tertahan. 
           Salah satu sektor ekspor-impor yang sangat terpengaruh akibat adanya pandemi Covid-19 adalah sektor perminyakan. Sejak pertengahan Maret 2020, harga minyak dunia terpantau merosot tajam hingga 30%. Turunnya harga minyak dunia juga diakibatkan lantaran Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak Dunia (OPEC) dan Rusia gagal mencapai kesepakatan mengenai pengurangan produksi yang menyebabkan Arab Saudi memangkas harga lantaran bakal meningkatkan produksi minyaknya.
           Ada empat kebijakan untuk menstimulus perdagangan guna menekan dampak penyebaran virus Covid-19 terhadap perekonomian. Langkah pertama,  pemerintah akan menyederhanakan berbagai ketentuan larangan-pembatasan (lartas) atau Tata Niaga Ekspor. Kedua, pemerintah akan mengurangi lartas impor dan melakukan percepatan proses impor, terutama untuk barang yang diimpor oleh 500 importir terpercaya (reputable importer) .  Ketiga, pengurangan lartas  khususnya untuk impor bahan baku. Langkah tersebut dilakukan untuk memperlancar pasokan bahan baku dan bahan penolong industri agar kegiatan produksi tak terganggu. Keempat, pemerintah akan mengurangi biaya logistik dengan melakukan efisiensi proses logistik.
          
         
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA




[1]Heri ,EKSPOR DAN IMPOR: Pengertian, Tujuan & Komoditas Ekspor Indonesia”
( https://salamadian.com/pengertian-ekspor-dan-impor/, Diakses pada 23 Juni 2019, 2019)
[2] Novia Widya Utami, “6 Faktor Pendorong Terjadinya Perdagangan Internasional”
[3] CNN Indonesia, “BI Ramal Ekspor Anjlok Hingga Minus 5,6 Persen Karena Corona” (https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200330171554-532-488382/bi-ramal-ekspor-anjlok-hingga-minus-56-persen-karena-corona, Diakses pada 30 Maret 2020, 2020)
[4] detikFinance, “Virus Corona Bikin Ekspor-Impor RI 'Meriang'” (https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4940891/virus-corona-bikin-ekspor-impor-ri-meriang, Diakses pada 16 Maret 2020, 2020)
[5] Ratna Iskana, “Dampak Anjloknya Harga Minyak Dunia Terhadap Ekonomi dan Migas RI” (https://katadata.co.id/berita/2020/03/10/dampak-anjloknya-harga-minyak-dunia-terhadap-ekonomi-dan-migas-ri, Diakses 10 Maret 2020, 2020)
[6] Kompas, “Harga Minyak Dunia Anjlok, Ini Dampaknya Menurut Sri Mulyani” (https://money.kompas.com/read/2020/03/09/133400126/harga-minyak-dunia-anjlok-ini-dampaknya-menurut-sri-mulyani?page=1, Diakses pada 9 Maret 2020, 2020)
[7] Rizky Alika, “Tangkal Dampak Corona, Pemerintah Siapkan Stimulus Ekspor Impor” (https://katadata.co.id/berita/2020/03/04/tangkal-dampak-corona-pemerintah-siapkan-stimulus-ekspor-impor, Diakses pada 14 Mei 2020, 2020)


Rabu, 01 April 2020

Tugas Perekonomian Indonesia Materi Minggu ke 5 Tentang Distribusi Pendapatan di Indonesia


PEREKONOMIAN INDONESIA


Disusun Oleh :

Kelas : 1EB16
Materi minggu ke-5
          20219103   Adam Rizky Hidayat             
          21219317   Bela Ananda Kurniawati       
   26219520   Vira Sabilillah Febriyana


UNIVERSITAS GUNADARMA
ATA 2019/2020


Distribusi Pendapatan Di Indonesia
            Distribusi pendapatan adalah penyaluran pendapatan ke tiap anggota masyarakat dari hasil pekerjaan, jasa atau niaga. Distribusi pendapatan adalah bagaimana tingkat penyebaran pendapatan di suatu wilayah atau daerah.
            Apabila dalam suatu wilayah terjadi ketimpangan kekayaan, itu artinya distribusi pendapatan di wilayah tersebut belum berjalan dengan efektif. Ketimpangan kekayaan yang menciptakan jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin tersebut bisa jadi karena kesalahan sistem dalam distribusi pendapatan atau bisa jadi karena sistem yang ada belum diaplikasikan secara maksimal dalam kehidupan.
            Menurut laporan Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) kesenjangan antara penduduk kaya dan miskin di antara negara-negara anggotanya semakin melebar. Hal senada juga terjadi di Indonesia. Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listianto mengatakan, berdasarkan teori Koefisien Gini yang melihat ketimpangan berdasarkan distribusi pendapatan suatu negara, Indonesia memiliki peringkat koefisien sebesar 0,43 akhir tahun 2014 lalu. Angka tersebut meningkat dari tahun 2004-2005 lalu yang hanya berkisar di angka 0,34-0,35. Berdasarkan klaim pemerintah, ada peningkatan pendapatan baik di penduduk kaya maupun miskin. Hanya saja peningkatan pendapatan di penduduk miskin kalah cepat dengan penduduk kaya.Ini disebabkan banyak faktor salah satu yang utama adalah pertumbuhan di sejumlah sektor yang juga mengalami ketimpangan. Saat ini sektor-sektor ekonomi yang mengalami pertumbuhan umumnya tak menyerap banyak tenaga kerja.
            Menurut Dumairy (1996, h.53-54), distribusi pendapatan nasional mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduk di negara tersebut. Terdapat berbagai kriteria atau tolak ukur untuk menilai kemerataan distribusi tersebut, diantaranya ada beberapa cara, yaitu :

·         Kurva Lorenz
            Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan nasional di kalangan lapisan-lapisan penduduk, secara kumulatif pula. Kurva ini pula memperlihatkan hubungan kuantitatif antara persentase jumlah penduduk dan persentase pendapatan yang diperoleh selama kurun waktu tertentu, biasanya setahun.
            Kurva Lorenz terletak di dalam sebuah bujur sangkar yang sisi vertikalnya melambangkan persentase kumulatif pendapatan nasional, sedangkan sisi horizontalnya mewakili persentase kumulatif penduduk. Kurva Lorenz “ditempatkan” pada diagonal utama bujur sangkar tersebut.

(a) Jika Kurva Lorenz semakin dekat dari diagonal (semakin lurus), maka kurva tersebut mencerminkan keadaan yang semakin merata
(b) Jika kurva lorenz semakin jauh dari diagonal (semakin lengkung), maka kurva tersebut mencerminkan keadaan yang semakin buruk, yaitu distribusi pendapatan nasional semakin timpang atau tidak merata.

·         Rasio Gini
      Rasio Gini atau koefisien adalah alat mengukur derajat ketidakmerataan distribusi penduduk. Koefisien Gini (Gini Ratio) adalah ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan agregat (secara keseluruhan) yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan yang sempurna). Koefisien Gini dapat diperoleh dengan menghitung rasio bidang yang terletak antara garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan luas separuh bidang di mana kurva Lorenz itu berada.
      Suatu distribusi pendapatan makin merata jika nilai Koefisien Gini mendekati nol (0). Sebaliknya, suatu distribusi pendapatan dikatakan makin tidak merata jika nilai Koefisien Gininya makin mendekati satu. Perhatikan tabel berikut:
Tabel: Patokan Nilai Koefisien Gini

·         Kriteria bank dunia
Saat ini, Bank Dunia membagi negara-negara di dunia dalam empat kelompok pendapatan, yakni kelompok negara berpendapatan rendah dengan pendapatan per kapita per tahun sebesar US$995 ke bawah, negara berpendapatan menengah ke bawah di kisaran US$996-3.895, negara berpendapatan menengah ke atas US$3.896-12.055, dan negara pendapatan tinggi atau maju yakni di atas US$12.056. Adapun pada akhir tahun lalu, Indonesia mencatatkan pendapatan nasional per kapita sebesar US$ 3.840.
Ia menjelaskan pada rentang waktu 1996 hingga 2016, tiap 1% kenaikan penduduk Indonesia di perkotaan hanya menciptakan peningkatan 1,4% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita. Ini sangat kecil dibanding negara-negara berkembang lain di Asia Timur dan Pasifik yang dapat menciptakan 2,7% PDB per kapita.
Selain koofisien gini, dalam menilai pendapatan nasional dapat menggunakan kriteria yang di tetapkan oleh Bank Dunia. Adapun standar Bank Dunia Adalah sebagai berikut :

·         Faktor faktor penyebab terjadinya kemiskinan
Secara umum, definisi kemiskinan adalah suatu kondisi ketika seseorang atau kelompok tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya seperti kebutuhan pangan, sandang, tempat tinggal, pendidikan dan kesehatan yang layak.
Hal ini juga biasanya ditentukan oleh pemerintah melalui penetapan garis kemiskinan yang ditentukan dengan ekonomi. Karena tingkat kesejahteraan masayarakat ditentukan oleh kebijakan ekonomi pemerintah. Jadi kemiskinan bisa juga disebabkan oleh gagalnya perkembangan ekonomi yang direncanakan pemerintah.
Setiap negara memiliki anggota masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan, tentunya di setiap negara permasalahan kemiskinan ini telah menjadi masalah yang global. Kemiskinan juga dapat diartikan sebagai kekuarangan dalam kesejahteraan dan perampasan terhadap kebebasan untuk mencapai sesuatu dalam hidup seorang manusia.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan adalah :

1.      Tingkat pendidikan yang rendah

            Pendidikan merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi setiap orang. Bila seseorang tidak memenuhi kebutuhan pokoknya, tersebut tidak dapat dipenuhi oleh orang tersebut, dapat disimpulkan bahwa itulah penyebab kemiskinan.
            Dalam kontek ini penyebab kemiskinan adalah kebutuhan pokok yang merupakan pendidikan. Tingkat pendidikan yang rendah mengakibatkan seseorang cenderung kurang memiliki keterampilan, wawasan, dan pengetahuan yang memadai untuk kehidupannya.
            Sedangkan untuk dunia kerja maupun dunia usaha, pendidikan adalah modal untuk bersaing dalam mendapatkan kesejahteraan nantinya. Oleh karena itulah terjadi banyak pengangguran dan penyebab kemisikinan disebabkan oleh tingkat pendidikan yang rendah ini.

2.      Malas bekerja/berusaha

            Hal ini yang paling sering menjangkiti seseorang yang tak ingin maju dan beranggapan bahwa kemiskinan itu adalah takdir. Hal-hal tersebut membuat seseorang tidak bergairah dan bersikap acuh tak acuh untuk bekerja, dan mengantarkan mereka kepada kemiskinan dan membuat kesejahteraannya menghilang.

3.      Terbatasnya Lapangan Pekerjaan

            Keterbatasan lapangan kerja akan membawa konsekuensi kemiskinan bagi masyarakat. Secara ideal seseorang harus mampu menciptakan lapangan kerja baru sedangkan secara faktual hal tersebut sangat kecil kemungkinanya bagi masyarakat miskin karena keterbatasan modal dan keterampilan. 


T E R I M A  K A S I H

Daftar pustaka
Permana  A., (2012). Benefit Incidence Analysis Terhadap Bantuan Operasional Sekolah Untuk SMP Swasta di Kota Semarang. Skripsi S1, Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Tahun 2012
https://blog.ruangguru.com/pendapatan-perkapita-dan-distribusi-pendapatan-nasional
https://berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/kamus/file/kamus-17.pdf
https://katadata.co.id/berita/2019/10/03/bank-dunia-ri-belum-mampu-naik-kelas-dari-negara-menengah-bawah
https://www.zaipad.com/faktor-penyebab-kemiskinan/