ASPEK
HUKUM DALAM EKONOMI
Bela Ananda Kurniawati
21219317
2EB14
Fakultas Ekonomi
ATA 2020/2021
1.
Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang
Hukum
dagang adalah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dan
lainnya dalam bidang perniagaan. Hukum dagang adalah hukum perdata khusus, KUH
Perdata merupakan lex generalis (hukum umum), sedangkan KUHD merupakan lex
specialis (hukum khusus). Dalam hubungannya dengan hal tersebut berlaku adagium
lex specialis derogate lex generalis (hukum khusus mengesampingkan
hukum umum). Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang
(KUHD) dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPerdata,
khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPerdata.
KUHD
lahir bersama KUH Perdata yaitu tahun 1847 di Negara Belanda, berdasarkan asas
konkordansi juga diberlakukan di Hindia Belanda. Setelah Indonesia merdeka
berdasarkan ketentuan pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 kedua kitab tersebut
berlaku di Indonesia. KUHD terdiri atas 2 buku, buku I berjudul perdagangan
pada umumnya, buku II berjudul Hak dan Kewajiban yang timbul karena perhubungan
kapal.
Hukum Dagang di Indonesia bersumber pada
:
1.
Hukum tertulis
yang dikodifikasi yaitu :
a.
KUHD
b.
KUH Perdata
2.
Hukum tertulis
yang tidak dikodifikasi, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur
tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan, misal UU Hak Cipta.
Materi-materi hukum dagang dalam
beberapa bagian telah diatur dalam KUH Perdata yaitu tentang Perikatan, seperti
jual-beli,sewa-menyewa, pinjam-meminjam. Secara khusus materi hukum dagang yang
belum atau tidak diatur dalam KUHD dan KUH Perdata, ternyata dapat ditemukan
dalam berbagai peraturan khusus yang belum dikodifikasi seperti tentang
koperasi, perusahaan negara, hak cipta dll.
Hubungan antara KUHD dengan KUH perdata
adalah sangat erat, hal ini dapat dimengerti karena memang semula kedua hukum
tersebut terdapat dalam satu kodefikasi. Pemisahan keduanya hanyalah karena
perkembangan hukum dagang itu sendiri dalam mengatur pergaulan internasional
dalam hal perniagaan.
Hukum Dagang merupakan bagian dari Hukum
Perdata, atau dengan kata lain Hukum Dagang meruapkan perluasan dari Hukum
Perdata. Untuk itu berlangsung asas Lex Specialis dan Lex Generalis, yang
artinya ketentuan atau hukum khusus dapat mengesampingkan ketentuan atau hukum
umum.
Hukum dagang merupakan keseluruhan dari
aturan-aturan hukum yang mengatur dengan disertai sanksi perbuatan-perbuatan
manusia di dalam usaha mereka untuk menjalankan usaha atau perdagangan. Menurut
Prof. Subekti, S.H berpendapat bahwa : Terdapatnya KUHD dan KUHS sekarang tidak
dianggap pada tempatnya, oleh karena “Hukum Dagang” tidak lain adalah “hukum
perdata” itu sendiri melainkan pengertian perekonomian. Hukum dagang dan hukum
perdata bersifat asasi terbukti di dalam :
1.
Pasal 1 KUHD
2.
Perjanjian jual
beli
3.
Asuransi yang
diterapkan dalam KUHD dagang
Dalam hubungan hukum dagang dan hukum
perdata dibandingkan pada sistem hukum yang bersangkutan pada negara itu
sendiri. Hal ini berarti bahwa yang di atur dalam KUHD sepanjang tidak terdapat
peraturan-peraturan khusus yang berlainan, juga berlaku peraturan-peraturan
dalam KUHS, bahwa kedudukan KUHD terdapat KUHS adalah sebagai hukum khusus
terhadap hukum umum.
2.
Berlakunya Hukum Dagang
KUHD
Indonesia diumumkan dengan publikasi tanggal 30 April 1847, yang mulai berlaku
pada tanggal 1 Mei 1848. KUHD Indonesia itu hanya turunan belaka dari “Wetboek
van Koophandel” dari Belanda yang dibuat atas dasar asas konkordansi. Wetboek
van Koophandel Belanda itu berlaku mulai tanggal 1 Oktober 1838 dan 1 Januari
di Limburg. Selanjutnya Wetboek van Koophandel Belanda itu juga mangambil dari
“Code du Commerce” Perancis tahun 1808, tetapi anehnya tidak semua lembaga
hukum yang diatur dalam Code du Commerce Perancis itu diambil alih oleh Wetboek
van Koophandel Belanda. Ada beberapa hal yang tidak diambil, misalnya mengenai
peradilan khusus tentang perselisihan-perselisihan dalam lapangan perniagaan.
Pada tahun 1906 Kitab III KUHD Indonesia diganti dengan Peraturan Kepailitan
yang berdiri sendiri di luar KUHD. Sehingga sejak tahun 1906 indonesia hanya
memiliki 2 Kitab KUHD saja, yaitu Kitab I dan Kitab I. Karena asas konkordansi
juga maka pada 1 Mei 1948 di Indonesia diadakan KUHS. Adapun KUHS Indonesia ini
berasal dari KUHS Nederland yang dikodifikasikan pada 5 Juli 1830 dan mulai
berlaku di Nederland pada 31 Desember 1830. KUHS Belanda ini berasal dari KUHD
Perancis dan Code Civil ini bersumber pula pada kodifikasi Hukum Romawi “Corpus
Iuris Civilis” dari Kaisar Justinianus.
Di
Negeri Belanda
sendiri Wetbook van Koophandel telah mengalami perubahan, namun di Indonesia
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak mengalami perubahan yang komprehensif
sebagai suatu kodifikasi hukum. Namun demikian kondisi ini tidak berarti bahwa
sejak Indonesia merdeka, tidak ada pengembangan peraturan terhadap permasalahan
perniagaan. Perubahan pengaturan terjadi, namun tidak tersistematisasi dalam
kodifikasi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Strategi perubahan pengaturan
terhadap masalah perniagaan di Indonesia dilakukan secara parsial (terhadap
substansi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) dan membuat peraturan baru terhadap
substansi yang tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
3.
Hubungan Pengusaha dan Pembantunya
Pengusaha
adalah seseorang yang melakukan atau menyuruh melakukan perusahaannya. Dalam menjalankan
perusahannya pengusaha dapat:
1)
Melakukan sendiri, Bentuk perusahaannya sangat sederhana
dan semua pekerjaan dilakukan sendiri, merupakan perusahaan perseorangan.
2)
Dibantu oleh orang lain, Pengusaha turut serta dalam
melakukan perusahaan, jadi dia mempunyai dua kedudukan yaitu sebagai pengusaha
dan pemimpin perusahaan dan merupakan perusahaan besar.
3)
Menyuruh orang lain melakukan usaha sedangkan dia tidak
ikut serta dalam melakukan perusahaan, Hanya memiliki satu kedudukan sebagai
seorang pengusaha dan merupakan perusahaan besar.
Sebuah
perusahaan dapat dikerjakan oleh seseorang pengusaha atau beberapa orang
pengusaha dalam bentuk kerjasama. Dalam menjalankan perusahaannya seorang
pengusaha dapat bekerja sendirian atau dapat dibantu oleh orang-orang lain
disebut “pembantu-pembantu perusahaan”. Orang-orang perantara ini dapat dibagi
dalam dua golongan. Golongan pertama terdiri dari orang-orang yang sebenarnya
hanya buruh atau pekerja saja dalam pengertian BW dan lazimnya juga dinamakan
handels-bedienden. Dalam golongan ini termasuk, misal pelayan, pemegang buku,
kassier, procuratie houder dan sebagainya. Golongan kedua terdiri dari
orang-orang yang tidak dapat dikatakan bekerja pada seorang majikan, tetapi
dapat dipandang sebagai seorang lasthebber dalam pengertian BW. Dalam golongan
ini termasuk makelar, komissioner.
Namun,
di dalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang
pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika
perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu diperlukan bantuan
orang/pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.
Pembantu-pembantu
dalam perusahaan dapat dibagi menjadi 2 fungsi :
1.
Membantu didalam perusahaan
Adapun pembantu-pembantu dalam perusahaan antara lain:
a)
Pelayan toko
b)
Pekerja keliling
c)
Pengurus filial.
d)
Pemegang prokurasi
e)
Pimpinan perusahaan
2.
Membantu diluar perusahaan
Adapun pembantu-pembantu luar perusahaan antara lain:
a)
Agen perusahaan
Hubungan pengusaha dengan agen perusahaan adalah sama
tinggi dan sama rendah, seperti pengusaha dengan pengusaha. Hubungan agen perusahaan
bersifat tetap. Agen perusahaan juga mewakili pengusaha, maka ada hubungan
pemberi kuasa. Perjanjian pemberian kuasa diatur dalam Bab XVI, Buku II,
KUHPER, mulai dengan pasal 1792, sampai dengan 1819. Perjanjian bentuk ini
selalu mengandung unsur perwakilan (volmacht) bagi pemegang kuasa (pasal 1799
KUHPER). Dalam hal ini agen perusahaan sebagai pemegang kuasa, mengadakan
perjanjian dengan pihak ketiga atas nama pengusaha.
b)
Perusahaan perbankan
c)
Pengacara
d)
Notaris
e)
Makelar
f)
Komisioner
Hubungan
hukum antara pimpinan perusahaan dengan pengusaha bersifat :
1)
Hubungan perburuhan, yaitu hubungan yang subordinasi
antara majikan dan buruh, yang memerintah dan yang diperintah. Manager
mengikatkan dirinya untuk menjalankan perusahaan dengan sebaik-baiknya, sedangkan
pengusaha mengikatkan diri untuk membayar upahnya (pasal 1601 a KUHPER).
2)
Hubungan pemberian kekuasaan, yaitu hubungan hukum yang
diatur dalam pasal 1792 dsl KUHPER yang menetapkan sebagai berikut ”pemberian
kuasa adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada
orang lain, yang menerimanya untuk atas nama pemberi kuasa menyelenggarakan
suatu urusan”. Pengusaha merupakan pemberi kuasa, sedangkan si manager
merupakan pemegang kuasa. Pemegang kuasa mengikatkan diri untuk melaksakan perintah
si pemberi kuasa, sedangkan si pemberi kuasa mengikatkan diri untuk memberi
upah sesuai dengan perjanjian yang bersangkutan.
Dua
sifat hukum tersebut di atas tidak hanya berlaku bagi pimpinan perusahaan dan
pengusaha, tetapi juga berlaku bagi semua pembantu pengusaha dalam perusahaan,
yakni: pemegang prokurasi, pengurus filial, pekerja keliling dan pelayan toko.
Karena hubungan hukum tersebut bersifat campuran, maka berlaku pasal 160 c
KUHPER, yang menentukan bahwa segala peraturan mengenai pemberian kuasa dan
mengenai perburuhan berlaku padanya. Kalau ada perselisihan antara kedua
peraturan itu, maka berlaku peraturan mengenai perjanjian perburuhan (pasal
1601 c ayat (1) KUHPER.
4.
Pengusaha dan Kewajibannya
Pengusaha
adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut undang-undang, ada dua
kewajiban yang harus dipenuhi oleh pengusaha, yaitu :
1.
Membuat pembukuan
Pasal 6 KUH Dagang, menjelaskan makna pembukuan yakni
mewajibkan setiap orang yang menjalankan perusahaan supaya membuat catatan atau
pembukuan mengenai kekayaan dan semua hal yang berkaitan dengan perusahaan,
sehingga dari catatan tersebut dapat diketahui hak dan kewajiban para pihak.
Selain itu, di dalam Pasal 2 Undang-Undang No.8 tahun
1997, yang dimaksud dokumen perusahaan adalah :
a.
Dokumen keuangan
Terdiri dari catatan, bukti pembukuan, dan data administrasi keuangan yang
merupakan bukti adanya hak dan kewajiban serta kegiatan usaha suatu perusahaan
b.
Dokumen lainnya
Terdiri dari data atau setiap tulisan yang berisi keterangan yang mempunyai
nilai guna bagi perusahaan, meskipun tidak terkait langsung dengan dokumen
keuangan.
2.
Mendaftarkan Perusahaan
Dengan adanya Undang-Undang No. 3 tahun 1982 tentang
Wajib Daftar Perusahaan maka setiap orang atau badan yang menjalankan
perusahaan menurut hukum wajib untuk melakukan pendaftaran tentang segala
sesuatu yang berkaitan dengan usahanya sejak tanggal 1 Juni 1985.
Dalam Undang-Undang No.3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan, yang dimaksud daftar perusahaan adalah daftar catatan resmi yang
diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan undang-undang ini atau peraturan
pelaksanaannya, memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan,
dan disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan.
Pasal
32-35 Undang-Undang No.3 tahun 1982 merupakan ketentuan pidana, sebagai berikut
:
1)
Barang siapa yang menurut undang-undang ini dan atau
peraturan pelaksanaannya diwajibkan mendaftarkan perusahaan dalam daftar
perusahaan yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya tidak memenuhi
kewajibannya diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau
pidana denda setinggi-tingginya Rp. 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
2)
Barang siapa melakukan atau menyuruh melakukan
pendaftaran secara keliru atau tidak lengkap dalam daftar perusahaan diancam
pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau pidana denda
setinggi-tingginya Rp. 1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah).
Daftar Pustaka
Sangkoeno.
2021. Hubungan Hukum Dagang dengan Hukum Perdata. http://www.sangkoeno.com/2014/01/hubungan-hukum-dagang-dengan-hukum.html#:~:text=Hukum%20dagang%20adalah%20aturan%2Daturan,lex%20specialis%20(hukum%20khusus). (diakses pada tanggal 13 April 2021).
Wahyuningsih,
Eka Sri. 2013. Berlakunya Hukum Dagang. http://ekasriwahyuningsih.blogspot.com/2013/04/berlakunya-hukum-dagang.html (diakses pada tanggal 13 April 2021).
Simatupang,
Patricia. 2012. Hubungan Pengusaha dengan Pembantunya, Pengusaha dan
Kewajibannya. https://patriciasimatupang.wordpress.com/2012/06/11/hubungan-pengusaha-dengan-pembantunya-pengusaha-dan-kewajibannya/ (diakses pada tanggal 13 April 2021).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar